18. SH Manikmaya & Sang Uma oleh St. Wid
SH Manikmaya & Sang Uma di ceritakan awalnya Manikmaya setelah menghaturkan sembah sujud ke sembilan arah, kemudian menunggu SH Tunggal selesai wawan sabda dengan sang kakak. Ketika Ismaya sudah pergi dengan istrinya, Manikmaya dipanggil dan diberitahu SH Tunggal bahwa ia dipilih untuk menjadi penguasa Triloka. Mendengar itu Manikmaya puas karena merasa tanpa cacat maka dipilih menjadi penguasa di tiga dunia.
Rasa itu diketahui dan menyinggung SH Tunggal maka beliau berabda, “Jangan sombong anakku, karena sebagai titah engkau bisa saja mengalami: lupa, nahas, marah dan rusak.” Ini semua kelak dialami Manikmaya maka jangan heran bila ada lakon Batara Guru jahat. Setelah itu seperti Ismaya dia juga dituruni ilmu kesaktian.
Manikmaya punya ganjalan di hatinya atas kakak sulung lain ibu, SH Rudra yang diwarisi khayangan Keling di negeri Selong (Ceylon?) semakin banyak yang menyembahnya. Manikmaya khawatir hal itu akan merongrong kewibawaannya sebagai penguasa Triloka, karena jika melawan sang kakak tiri sendiri merasa tidak mampu maka ia kemudian meminta bantuan kedua kakak kandungnya tentu saja dengan mengarang berita bohong tentang pusaka Layang Jamus Kalimasada.
Kedatangan mereka di khayangan Keling, semula diterima baik sang kakak tiri SH Dewa Esa namun selanjutnya terjadi perselisihan hingga pertempuran yang membuat Mahabumi kembali mengalami goro-goro terbelah jadi dua, yang meluluh-lantakkan Keling dan menewaskan SH Rudra. Sebelum tewas SH Dewa Esa menyatakan acaman kelak akan menuntut balas dan akan selalu membayangi kekuasaan Manikmaya. Mereka menyesal tapi terlambat.
Ketiga kakak beradik tidak bisa berbuat apa-apa atas kutukan ayahandanya. Dan pusaka Jamus Layang Kalimasada yang dijadikan alasan Manikmaya menyerang sang kakak tirinya diambil kembali oleh SH Tunggal, kelak pusaka itu diturunkan pada salah satu keturunannya yang berdarah putih, Puntadewa sulung Pandawa.
Lembu Andini adalah anak jin Rohpatanam, ketika bertapa khusuk di tenggara Gunung Tengguru menyebabkan cahaya memancar yang diketahui SH Manikmaya. Ketika ditemui terjadi perselisihan yang diakhiri dengan SH Manikmaya mampu mengetahui siapa jatidiri Lembu Andini.
Lembu Andini lalu menyerah dan menyembah SH Manikmaya. Sejak saat itu semua hewan yang menghadap Lembu Andini seketika itu juga dianggap menghadap SH Manikmaya maka julukan berikutnya menjadi SH Pasupati, raja para hewan, dan sejak saat itu Lembu Andini menjadi kendaraan SH Manikmaya yang pincang.
SH Manikmaya tinggal di khayangan Argadumilah ketika menikah dengan Sang Uma putri Parasu, mempunyai lima anak: Batara Samb[o/u], Batara Brahma, Batara Indra, Batara Bayu, dan Batara Wisnu.
Suatu saat ketika SH Manikmaya dan Sang Uma naik Lembu Andini terbang keliling dunia, melewati sebuah bukit kecil di pusat tanah Jawa, Gunung Tidar, terkena daya pangreben (ingin berhubungan badan) tentu saja Sang Uma tidak mau serta malu karena sedang ada di atas punggung Lembu Andini.
Batari Uma menyindir SH Manikmaya yang tidak mampu menahan nafsu seperti Danawa, jadilah SH Manikmaya punya taring seperti kutukan SH Tunggal. Namun SH Manikmaya sudah memuncak sehingga air maninya memancar jatuh di laut dekat Pulau Nusakambangan. Kelak menjadi Batara Kala sebab walau itu putera SH Manikmaya (anak keenam) namun saat itu ia sedang jadi danawa, SH Randuwana.
Menahan amarah, sesampainya di Arga Dumilah kembali memarahi Batari Uma dikutuk jadi raksesi yang kelak menemani Batara Kala di Nusa Kambangan. SH Manikmaya menyesal tapi sudah terlambat, Batari Uma malu tak mau ditemui lagi.
SH Ismaya yang sedih mengetahui lakon tersebut segera membangun khayangan baru dengan arsitek putra ketiganya, Batara Kuwera. Jadilah khayangan Suralaya yang diberikan kepada sang adik SH Manikmaya jadi maharaja bergelar Batara Guru inilah akhir era Sang Hyang, Titah Terpilih para manusia abadi.
Batara Guru dan Batari Umayi masih tambah tiga putera lagi a.l. Batara Asmara.
Dalam cerita Wayang Purwa ini SH Manikmaya & Sang Uma[yi] menjadi penting dan sering terlibat dalam pergumulan kehidupan manusia di Marcapada pewayangan.
Nah kita jadi tahu ya dunia Kadewan pun bisa sangat menyedihkan ya. Maka tetaplah bersyukur memiliki karakter yang baik dan tetap semangat memperjuangankan kebaikan itu.
Salam sehat dimasa Pandemi Corona.